Selasa, 30 November 2010

Saat Menabung: Bedakan Hemat dan Pelit


KOMPAS.com - Krisis finansial yang terjadi saat ini seharusnya bisa ditanggapi secara positif oleh Anda yang sebenarnya masih mampu hidup dengan layak. Jadikan krisis ini sebagai sinyal bahwa Anda harus mulai hidup hemat dan lebih banyak menabung, untuk memberi kemandirian finansial ketika krisis akhirnya betul-betul terjadi pada Anda.

Namun, ketika Anda sedang mencari cara untuk memotong pengeluaran Anda, jangan biarkan penghematan yang Anda lakukan berjalan terlalu jauh. Anda berusaha membuat pengaturan keuangan yang cerdas, namun Anda masih ingin mengambil keuntungan. Apa yang Anda hemat, ternyata menyebabkan kerugian orang lain. Ada perbedaan antara menerapkan sikap hemat dan pelit, atau irit dan tidak bertanggung jawab. Anda ingin tahu contohnya?

Hemat: Membeli barang-barang yang dibutuhkan saat sale
Pelit: Hanya membeli barang saat sale

Mencari barang-barang yang didiskon bisa jadi cara yang cerdas untuk memenuhi kebutuhan barang sehari-hari, pakaian, dan pada hakekatnya barang-barang lain yang perlu Anda dapatkan dengan budget yang ngepas. Di hipermarket, misalnya, Anda bisa membeli bahan-bahan makanan yang ada dalam daftar promo.

Cara ini menjadi tricky ketika Anda menolak membeli barang-barang yang tidak didiskon. Hal ini bisa mendorong Anda untuk membeli barang-barang yang mungkin lebih murah, padahal sebenarnya tidak Anda butuhkan. Dengan cara ini Anda justru bisa berbelanja lebih banyak daripada yang Anda butuhkan. Nilai barang tersebut seringkali tidak sesuai dengan uang yang Anda keluarkan.

Hemat: Memberi tip sesuai prosentase layanan
Pelit: Tidak pernah memberi tip

Beberapa penyedia jasa layanan seringkali membayar karyawannya dengan gaji yang rendah. Karena itu, karyawan mengharapkan tip dari para pelanggannya. Jika Anda tidak mendapatkan layanan yang layak, memang tidak salah jika Anda enggan meninggalkan tip. Namun, jika Anda tidak pernah memberikan tip meskipun menerima layanan yang memuaskan, coba tanya diri Anda apa sebabnya. Apakah karena Anda menganggap waiter atau penata rambut Anda sudah menerima gaji yang cukup, atau hanya karena Anda tidak mau kehilangan uang?

Hemat: Menyisihkan uang untuk ditabung
Pelit: Menabung semua gaji, dan tak pernah bersenang-senang

Ada orang yang berprinsip menabung sebanyak-banyaknya selagi muda. Tujuannya, misalnya, agar kelak bisa membeli rumah dan pensiun dini untuk menghabiskan waktu lebih banyak bersama keluarga. Atau, traveling dan mengejar impian Anda yang lain. Prinsip seperti ini tentu patut ditiru. Namun, jika Anda menolak untuk membayar biaya reuni karena Anda tidak berniat ikut menikmati hidangannya, atau tak pernah mau memberi sumbangan untuk teman yang sedang terkena musibah, coba tanyakan kembali pada diri Anda: untuk apa Anda menabung. Sebagai manusia yang harus hidup bersosialisasi, tak ada salahnya Anda juga menyisihkan sedikit dana untuk menikmati hidup.

Hemat: Mengambil keuntungan dari penawaran yang baik
Pelit: Hanya mau untungnya saja

Anda tahu kan, ketika bank penerbit kartu kredit memberikan katalog berisi penawaran harga produk yang lebih murah, atau bunga cicilan sebesar 0 persen. Jika Anda sudah mengecek harganya dengan harga di pasaran, dan memang menguntungkan, tentu barang ini layak diburu. Tetapi, Anda bisa dibilang pelit atau tidak bertanggung jawab, bila Anda lalu menolak membayar tagihannya. Atau, Anda menikmati hidangan di restoran yang menawarkan konsep all you can eat, namun diam-diam Anda membagi makanan Anda kepada anak Anda (dan hanya membayar untuk satu orang).

Hemat: Mengambil pake internet dan TV berbayar yang lebih murah
Pelit: Mencurinya dari tetangga Anda

Ada banyak tagihan yang harus dibayar oleh sebuah rumah tangga saat ini: dari air, listrik, telepon, TV berbayar, hingga internet. Jika Anda bisa mengurangi masing-masing pengeluaran tersebut, tentu Anda akan banyak berhemat. Misalnya, mengambil paket langganan TV berbayar yang paling dasar saja. Tetapi, jika Anda memutuskan untuk menghemat pengeluaran, Anda harus berkomitmen untuk hidup tanpa layanan tersebut. Jika Anda berhenti langganan internet, tapi lalu mengambil sambungan melalui sinyal wireless dari tetangga Anda, tentu ini cara-cara yang murahan. Atau, Anda baru pindah ke rumah kontrakan yang baru, lalu mencuri listrik dari tetangga Anda. Ini kebiasaan orang yang tidak bertanggung jawab.

Intinya, jika Anda memotong anggaran Anda habis-habisan sehingga Anda merasa harus memenuhi kebutuhan Anda dengan mengambil keuntungan dari orang lain, itulah tanda-tanda bahwa Anda pelit dan tidak bertanggung jawab. Menyusun budget dan menabung harus dilakukan secara terukur, agar bisa tetap bertahan hidup dengan layak, dan mencapai tujuan finansial yang diinginkan.

Jumat, 08 Januari 2010

Saling Menghargai

Kebiasaan seorang profesor yang suka menonjolkan diri. Pada suatu hari, ketika sang profesor mengambil cuti dan berlayar mengarungi samudra dengan kapal pesiar, jiwa sombongnya mulai keluar.
Ketika diantar menuju kamar tidurnya, si profesor bertanya pada si pelayan kamar: ”Anak muda, pernahkah engkau belajar psikologi?” Si pemuda itu menjawab tidak, dan si profesor meneruskan,”Bagaimana mungkin? Kamu kan bekerja di bisnis yang berhubungan dengan manusia. Pasti kamu memerlukan ilmu tentang perilaku dan sifat-sifat manusia. Selain itu, kamu juga harus tahu artinya pelayanan yang baik agar tidak asal-asalan dalam melaksanakan tugas. Sebenarnya aku tidak suka mengatakannya, tetapi jika kamu belum pernah belajar psikologi, itu artinya kamu sudah menyia-nyiakan setengah hidupmu.”
Siang harinya, ketika si profesor sedang berada di atas dek, ia melihat seorang anak buah kapal sedang bersenandung sambil membersihkan meja kursi tamu. “Hei, anak muda, pernahkah engkau mempelajari filsafat?”
“Tidak pernah,” anak muda itu menjawab dengan nada sopan.”Saya kira saya sudah gembira dengan pekerjaan saya ini. Saya sudah mengunjungi seluruh pelosok dunia dengan gratis, dapat makan, kamar serta seragam dan mendapat gaji lagi. Untuk apa saya belajar.. apa itu tadi namanya… firasat?”
“Filsafat, bukan firasat! Kamu tahu,“ kata si profesor, ” Dengan mempelajari filsafat kamu akan tahu lebih dalam tentang hakikat hidup. Kamu bisa menukik lebih dalam tentang pelayaranmu sampai pada level aktualisasi diri. Dan kamu bisa berdialog dengan para tamu dengan level intelektualitas lebih tinggi. Jika kamu tidak pernah belajar filsafat, maka sebenarnya kamu sudah menyia-nyiakan setengah hidupmu.”
Sorenya, si profesor bertemu dengan anak buah kapal lain yang kebetulan sedang bertugas membersihkan salah satu tiang kapal. “Coba katakan padaku, anak muda, pernahkan engkau mempelajari antropologi?” tanya si profesor dengan nada menyelidik.
Pada saat anak muda itu menjawab belum pernah, si profesor melanjutkan, ”Tidak pernah? Kamu tahu, jika kamu belajar antropologi kamu akan tahu kebudayaan, adat istiadat, ritual dan seni masyarakat dimana kamu singgah. Antropologi,” katanya mengkuliahi, ”bisa membuat kamu mampu berdialog dengan suku asing dan memperluas cakrawala ilmu pengetahuan kamu. Tanpa antropologi, berarti sudah kau sia-siakan setengah hidupmu.”
Dalam satu hari, “reputasi jelek” si profesor sudah mewabah seperti virus di kapal itu. Semua kelasi dan crew kapal takut berdekatan dengan sang profesor karena pertanyaan dan kuliahnya yang tidak cukup sepeminuman teh itu.
Malamnya, pada saat langit gelap gulita kapal pesiar itu dihantam badai. Diterpa oleh ganasnya ombak, tiang kapal berderak-derak. Lambung kapal berkeriut-keriut. Kapten kapal meneriaki semua orang untuk bersiap-siap memakai pelampung. Si profesor bergegas mengenakan pelampung dan lari menuju sekoci penyelamat. Disana, beberapa anak buah kapal berteriak mengatur sekoci yang siap meninggalkan kapal induk. Seorang anak buah kapal demi melihat sang profesor berjalan dengan gugup, bertanya: ”Pernahkah tuan belajar berenang?”
“Tidak pernah,” jawab profesor dengan menggigil dan ketakutan setengah mati sambil kedua tangannya berpegangan erat pada sisi sekoci penyelamat.
“Sangat disayangkan,” kata anak buah kapal itu,” Jika sekoci ini tenggelam, berarti tuan sudah menyia-nyiakan SELURUH hidup tuan.”

tanggung jawab

Anda tentunya seringkali mendengar istilah TANGGUNG JAWAB, bukan? Makna dari istilah “tanggung jawab” adalah “siap menerima kewajiban atau tugas”. Arti tanggung jawab di atas semestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang. Tetapi jika kita diminta untuk melakukannya sesuai dengan definisi tanggung jawab tadi, maka seringkali masih merasa sulit, merasa keberatan, bahkan ada orang yang merasa tidak sanggup jika diberikan kepadanya suatu tanggung jawab. Kebanyakan orang mengelak bertanggung jawab, karena jauh lebih mudah untuk “menghindari” tanggung jawab, daripada “menerima” tanggung jawab.

Banyak orang mengelak bertanggung jawab, karena memang lebih mudah menggeser tanggung jawabnya, daripada berdiri dengan berani dan menyatakan dengan tegas bahwa, “Ini tanggung jawab saya!” Banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya ke pundak orang lain.

Oleh karena itulah muncul satu peribahasa, “lempar batu sembunyi tangan”. Sebuah peribahasa yang mengartikan seseorang yang tidak berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, sehingga dia membiarkan orang lain menanggung beban tanggung jawabnya. Bisa juga diartikan sebagai seseorang yang lepas tanggung jawab, dan suka mencari “kambing hitam” untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perbuatannya yang merugikan orang lain.

Sebagian orang, karena tidak bisa memahami arti dari sebuah tanggung jawab; seringkali dalam kehidupannya sangat menyukai pembelaan diri dengan kata-kata, “Itu bukan salahku!” Sudah terlalu banyak orang yang dengan sia-sia, menghabiskan waktunya untuk menghindari tanggung jawab dengan jalan menyalahkan orang lain, daripada mau menerima tanggung jawab, dan dengan gagah berani menghadapi tantangan apapun di depannya.

Banyak kejadian di negara kita ini, yang disebabkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, malah sering dimenangkan atau diberikan bantuan berlebihan oleh lingkungannya dengan sangat tidak masuk akal. Sungguh sangat menyedihkan. Di masa kini, kita memiliki banyak orang yang mengelak bertanggung jawab; karena mereka ini mendapatkan keuntungan dari sikapnya itu.

Dan gilanya, “lepas tanggung jawab” itu sering didukung oleh lingkungan dekatnya, teman-temannya, anak buahnya, atasannya, anak kandungnya, bahkan didukung oleh istri atau suaminya. Anda bisa lihat, misalnya, korupsi, dan manipulasi. Sebagian besar orang-orang di lingkungan dekatnya pasti mendukungnya, karena mereka semua pasti ikut merasakan hasil-hasil dari korupsi atau manipulasi itu. Apakah dunia kita ini sudah dekat dengan kiamat?



“Anda tidak bisa lari dari tanggung jawab hari esok dengan menghindarinya pada hari ini”. (Abraham Lincoln)

Senin, 14 Desember 2009

Pembawaan diri

Pembawaan diri itu diperlukan dalam hubungan antar individu maupun masyarakat. Pembawaan diri yang baik pasti akan mendapatkan tempat yang baik di pergaulan dan di lingkungannya, maksudnya adalah apabila kita bisa menunjukan keadaan diri kita yang sesungguhnya dengan memperhatikan juga keadaan orang lain. Mampu bersikap dengan baik sehingga memiliki sebuah self-image yang positif, dengan begitu pembawaan diri kita sudah bisa di kategorikan sebagai pembawaan diri yang berhasil, karena dapat diterima oleh masyarakat.
Pentingnya pembawaan diri yang baikSeseorang yang senang bergaul atau bersosialisasi pasti ingin mendapatkan posisi dan pengaruh di komunitasnya, apabila pembawaan diri pada awalnya dikatakan berhasil, maka tidak sulit untuk kita mempengaruhi dan menempati posisi yang kita inginkan, karena pandangan dari oranglain yang percaya akan kemampuan kita selama self-image yang kita tampilkan adalah positif, sebaliknya akan sulit bagi kita untuk mempengaruhi dan mendapatkan posisi tersebut, apabila pembawaan diri yang kita miliki belum berhasil dan self-image yang kita miliki masih dikatakan kurang, orang lain tidak akan merasakan jiwa kepimimpinan dan rasa percaya kepada kita untuk mempengaruhi dan mendapatkan posisi yang baik dalam sebuah komunitas.Oleh karena itu, pembawaan diri yang baik pasti akan memberikan kita kemudahan untuk bersosialisasi, membuat orang lain merasa nyaman dan percaya dengan kehadiran kita.